TEBINGTINGGI - Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Tebingtinggi mengambil langkah tegas dengan menetapkan dua orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi yang mengguncang Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) setempat. Ironisnya, kedua tersangka ini adalah mantan Kepala Pelaksana BPBD berinisial WS dan Kepala Bidang Rehabilitasi dan Konstruksi, MH. Keduanya kini telah resmi ditahan oleh pihak berwenang.
Dugaan kuat, kedua tersangka ini secara bersama-sama telah merugikan keuangan negara sebesar Rp611.382.777. Kerugian ini timbul dari dugaan tindak pidana korupsi terkait pekerjaan jasa konsultan perencanaan di lingkungan BPBD Kota Tebingtinggi, yang dananya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Tahun Anggaran 2021.
Temuan krusial ini terungkap berkat Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Negara yang dilaksanakan oleh Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP), dengan nomor laporan PE.04.03/SR/LHP-429/PW02/5.1/2025 tertanggal 24 November 2025.
Kepala Kejari Kota Tebingtinggi, Satria Abdi, membeberkan kronologi awal kasus ini. Beliau menjelaskan bahwa MH, yang menjabat sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), bersama dengan WS selaku Pengguna Anggaran (PA), diduga dengan sengaja melakukan proses pengadaan langsung untuk 13 kegiatan konsultan perencanaan.
"Tersangka MH menerbitkan 2 SPK (Surat Perintah Kerja) pada tanggal 5 Februari 2021. Padahal MH ditunjuk sebagai PPK pada 16 Agustus 2021. Selanjutnya terhadap 11 SPK lainnya dibuat oleh MH atas perintah WS, " ujar Satria Abdi didampingi Kasi Pidsus Danang Dermawan dan Kasi Intelijen Sai Sintong Purba saat konferensi pers yang digelar pada Selasa (25/11/2025).
Semua kelengkapan dokumen pemilihan penyedia, termasuk pembuatan, penandatanganan, dan pencetakan stempel, dilakukan oleh tersangka MH selaku PPK. Namun, yang mengejutkan, 13 kegiatan konsultan perencana tersebut ternyata tidak dilaksanakan oleh kelima penyedia yang ditunjuk, melainkan dikerjakan sendiri oleh MH.
"Kegiatan dilaksanakan oleh MH diantaranya meliputi pembuatan dokumen pengadaan, dokumen kontrak, dokumen pelaksanaan pekerjaan dan dokumen pembayaran, " ungkap Satria Abdi.
Lebih lanjut, WS selaku PA diduga telah menyetujui seluruh proses verifikasi pembayaran terhadap 13 pekerjaan jasa konsultan perencanaan tersebut kepada para penyedia, meskipun WS mengetahui bahwa pekerjaan itu tidak pernah dikerjakan oleh para penyedia.
"Sehingga pada 30 Desember 2021 dan 31 Desember 2021, uang sebesar Rp 611 juta lebih sebagai uang pembayaran yang diterima oleh masing-masing penyedia sesuai nilai kontrak, " tambahnya.
Setelah pembayaran diterima oleh para penyedia, MH diduga menghubungi mereka untuk mengeluarkan cek sebesar uang yang masuk ke rekening masing-masing. Cek tersebut kemudian diserahkan kepada MH untuk dicairkan dan dibagi bersama WS.
"Istilahnya ini jasa konsultan abal-abal, " tegas Satria Abdi, menggambarkan modus operandi yang dilakukan.
Atas perbuatan yang diduga telah mereka lakukan, kedua tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001, serta Pasal 55 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
"Kedua tersangka WS dan MH akan ditahan selama 20 hari di Lapas Klas IIB Tebingtinggi sejak 25 November 2024 sampai 14 Desember 2025, " ujar Satria Abdi.
Pihak kejaksaan tidak menutup kemungkinan akan adanya tersangka tambahan dalam kasus ini, termasuk para penyedia yang diduga turut terlibat. "Apabila ada pihak lain dan ditemukan bukti-bukti baru, maka tidak menutup kemungkinan tersangka akan bertambah, " pungkasnya. (PERS)

Updates.