TEBING TINGGI - Tragis, sebuah kabar tak sedap datang dari dunia pendidikan Kota Tebing Tinggi, Sumatera Utara. Kepala Dinas Pendidikan setempat, Idham Khalik, harus berurusan dengan hukum. Pada Kamis (4/12/2025), ia resmi ditahan oleh pihak Kejaksaan setelah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan papan tulis interaktif atau smartboard untuk SMP Negeri di wilayahnya pada tahun 2024.
Kejaksaan Sumatera Utara, melalui Kasi Penkum Indra Ahmadi, mengungkapkan bahwa Idham Khalik adalah tersangka ketiga yang terjerat dalam jaringan korupsi ini. Sebelumnya, dua rekanan proyek vital ini telah lebih dulu dicokok. Mereka adalah Bambang Giri Arianto, Direktur Utama PT BP selaku distributor barang, dan Budi Pranoto Seputra, Direktur Utama PT GEEP yang bertindak sebagai penyedia barang.
"Dia melakukan pembelian papan tulis interaktif Merk ViewSonic sebanyak 93 unit secara E-Katalog dari PT GEEP sebagai perusahaan reseller, (namun) dia selaku pengguna anggaran diduga sengaja tidak melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sesuai aturan, perundang-undangan dalam pengadaan barang dan jasa, " ungkap Indra Ahmadi dalam keterangan tertulis yang diterima pada Kamis (4/12/2025) malam. Pernyataan ini sungguh memilukan, membayangkan anggaran pendidikan yang seharusnya menunjang masa depan generasi bangsa justru diselewengkan.
Meski Indra Ahmadi belum membeberkan secara rinci peran Idham Khalik dalam keseluruhan skema korupsi ini, termasuk perkiraan kerugian negara yang ditimbulkan, ia menegaskan bahwa penyidik telah mengantongi minimal dua alat bukti yang cukup kuat. "Jadi berdasarkan hasil perkembangan penyidikan yang dilakukan telah ditemukan minimal dua alat bukti yang cukup sehingga tim penyidik kembali menetapkan satu orang tersangka yaitu IK (Idham) selaku Kepala Dinas Pendidikan Kota Tebing Tinggi, " jelasnya.
Kini, Idham Khalik harus menjalani penahanan di Rutan Kelas IA Tanjung Gusta Medan. Ia disangka melanggar Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pasal-pasal ini mengindikasikan adanya unsur memperkaya diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, serta penyalahgunaan wewenang.
Akar masalah kasus ini bermula dari transaksi pembelian smartboard yang mencurigakan. PT GEEP diketahui membeli smartboard dari PT BP seharga Rp 110.000.000 per unit. Dengan total 93 unit, nilai transaksi mencapai Rp 10.230.000.000. Namun, penyelidikan lebih lanjut mengungkap fakta mengejutkan. PT BP ternyata memperoleh barang tersebut dari PT Ghalva Technologies, principal lisensi ViewSonic, dengan harga jauh lebih murah, yakni Rp 27.027.028 per unit, yang jika diakumulasi menjadi Rp 2.513.513.604.
Perbedaan harga yang fantastis ini menimbulkan pertanyaan besar. "Jadi dalam penyidikan ini ditemukan perbedaan harga yang cukup signifikan diduga karena kerja sama untuk melakukan mark up harga secara tidak sah dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain antara tersangka BPS dan BGA, " papar Ketua Tim Penyidikan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara, Khairur Rahman, saat konferensi pers di Kejati Sumut pada Rabu (26/11/2025) malam. Keterlibatan Idham Khalik, yang saat itu merangkap sebagai Kuasa Pengguna Anggaran dan pejabat pembuat komitmen, semakin memperkuat dugaan adanya kongkalikong dalam permainan harga yang merugikan negara ini. (PERS)

Updates.